Pasukan
Suriah menahan tak kurang 200 teroris anggota kelompok ISIS di wilayah Yarmouk
Basin, Daraa, Suriah selatan. Mereka ditangkap dan sebagian menyerahkan diri
begitu pasukan Damaskus mengepung, dan akhirnya menguasai daerah itu.Ke-200
teroris ISIS itu menyerahkan diri ke pasukan Divisi 4 Syrian Arab Army (SAA) di
kota Shajarah. Kota ini jadi basis terakhir kelompok ISIS sebelum dikalahkan
pasukan Suriah yang dibantu jet-jet tempur Rusia. Militer Suriah praktis sudah
merampungkan operasi pembebasan Suriah selatan, meliputi Provinsi Daraa dan Al
Quneitra. Kedua propinsi ini berbatasan langsung dengan Yordania dan Israel
yang menduduki Dataran Tinggi Golan milik Suriah.
Fokus
perjuangan kini diarahkan ke Provinsi Idlib di utara. Kawasan ini menjadi lokasi
repatriasi dan penampungan ribuan jihadis dan anggota kelompok bersenjata dari
daerah-daerah yang telah dikuasai kembali oleh pasukan Bahsar Assad. Perkembangan
lain dari Yarmouk Basin, pembebasan kawasan itu dari tangan kelompok teroris
menguak fakta adanya pasokan senjata dan amunisi dari kekuatan asing, terutama
Israel. Sejumlah besar amunisi bercap Israel, ditemukan di sejumlah gudang
kelompok teroris.
Pasukan
Suriah menemukannya di sebuah gudang di kota Abdeen di Yarmouk Basin. Antara
lain drone atau pesawat nirawak, mortir, dan aneka munisi berbagai kaliber. Tak
hanya sekali ini temuan amunisi dari Israel diumumkan. Di utara, aneka
persenjataan kaliber ringan hingga rudal antitank (TOW) produksi AS dan Milan
dari Prancis dikuasai para pemberontak. Senjata tempur buatan negara-negara
Eropa Timur yang kini dekat dengan NATO, juga mengalir ke Suriah.
Namun,
Perlu diketahui bahwa sepertiga kelompok pemberontak di Suriah -sekitar 100.000
pejuang- memiliki ideologi yang sama dengan kelompok yang menamakan diri Negara
Islam atau ISIS, demikian diisyaratkan sebuah kajian baru. Pusat Agama dan
Geopolitik atau Centre on Religion and Geopolitics, terkait dengan mantan
Perdana Menteri Inggris Tony Blair, mengatakan mengalahkan ISIS secara militer
'tidak akan mengakhiri jihadisme dunia'. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan
'kekalahan intelektual dan teologi' dari ideologinya. Konflik Suriah telah
menewaskan lebih 250.000 orang dan jutaan orang lainnya kehilangan tempat
tinggal.
Centre
on Religion and Geopolitics -yang merupakan inisiatif Tony Blair Faith
Foundation- menyatakan Suriah sekarang merupakan tempat kumpulan terbesar kelompok
jihadis dalam zaman modern. Laporan yang dijadwalkan diterbitkan pada hari
Senin (21 Desember 2018) menyatakan bahaya terbesar bagi masyarakat dunia
adalah kelompok yang memiliki ideologi sama dengan ISIS tetapi saat ini tidak
diperhatikan, yang jumlahnya diperkirakan sekitar 100.000 orang.
Usaha
yang dilakukan pihak Barat saat ini untuk mendefinisikan 'moderat' dan
'ekstremis' akan mengalami kegagalan karena kelompok ini sendiri jarang
melakukan pembedaan. Sekitar 60% kelompok pemberontak besar Suriah adalah
ekstremis Islamis dan kebanyakan kelompok ini memiliki tujuan sama. Kurang dari
seperempat pemberontak yang diteliti tidak berideologi dan banyak dari mereka
siap berperang bersama kelompok ekstremis dengan kemungkinan akan menerima
penyelesaian politik Islamis untuk mengakhiri perang saudara. Dewan Keamanan
PBB pada Jumat (18/12) secara bulat mendukung rencana perdamaian bagi Suriah,
yang antara lain mencakup desakan bagi gencatan senjata.
Amerika
menyerukan agar para pejuang asing ISIS yang ditahan di Suriah dipulangkan. SDF
sebelumnya mengaku bahwa lebih dari 900 pejuang asing yang diduga bergabung
dengan ISIS dan 4.000 anggota keluarga mereka diyakini ditahan oleh pejuang
Kurdi di Suriah utara. Namun tidak semua negara ingin menerima mereka kembali,
seperti Inggris yang menolak untuk memulangkan warga negara yang bergabung
dengan ISIS dan dilaporkan telah melucuti status kewarganegaraan mereka. Amerika
Serikat (AS) telah meminta negara-negara Eropa dan negara-negara lain untuk
memulangkan dan mengadili warga negara mereka yang telah pergi ke Suriah dan
bergabung dengan ISIS.
Apakah mereka pantas dipulangkan?
Menurut
pendapat saya, negara memiliki kewenangan untuk memulangkan mereka sekaligus
mengadili para sindikat ISIS tersebut atau mendeportasi kewarganegaraan mereka.
Karena menurut saya kelompok ISIS
tersebut bukanlah membela agama Islam tetapi malah membuat onar dan tega
membunuh dan membantai siapapun dengan alasan berjihad. Saya setuju jika negara tidak
memulangkan pasukan ISIS untuk alasan keamanan negara karena memang mereka yang
dipulangkan ke kampung halamannya bisa saja menyebarkan dan membuat
kelompok-kelompok baru di Indonesia yang nantinya bisa membahayakan NKRI.
Sumber berita:
https://jogja.tribunnews.com/2018/08/02/terkepung-hingga-tak-berkutik-200-anggota-isis-di-suriah-selatan-akhirnya-menyerah
https://www.matamatapolitik.com/news-sdf-isis-telah-kalah-dalam-kemenangan-final-suriah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar